Pages

Sabtu, 28 April 2012

Mengapa Menulis Itu Sulit?


Mengapa Menulis Itu Sulit ?

Menulis itu sulit kalau kita tidak pernah memulainya. Menulis itu sulit bagi mereka yang tidak pernah membaca. Membaca buku, membaca ciptaan Tuhan pemilik bumi dengan hatinya, dan membaca lingkungan sekelilingnya. Baca, baca dan baca itu kuncinya. Lalu banyaklah berlatih menulis. Dengan banyak menulis anda akan jadi terbiasa menulis.
Menulis apa saja yang anda ingin tulis. Menulis tentang diri, menulis tentang sahabat setia anda, menulis tentang keluarga, menulis tentang alam sekitar dan menulis tentang kejadian-kejadian yang kita alami. Boleh juga menulis tentang keinginan-keinginan yang belum tercapai. Pokoknya, menulis sajalah dulu. Dengan topik apa saja dan jangan takut salah. Salah benar itu relatif, tergantung dari sudut mana kita menilai. Pembaca biasanya akan melihat tulisan anda itu baik, kalau ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Karena itu, selalu menulis dengan hati dengan cara banyak mendengar dan menjadi pendengar yang baik. Berbuat kebaikan jadikan panduan dalam menulis.
Menulis dengan hati harus hati-hati. Sebab bila tidak hati-hati percuma saja, tulisan anda tidak akan mengena dihati. Seperti busur panah yang tepat sasaran, anda harus dapat membidiknya dengan baik. Hal itu anda dapatkan dengan banyak berlatih.
Berlatih menulis dimana saja dan kapan saja pada saat hati anda senang atau pada saat anda memang ingin menulis. Menulis sesuatu yang membuat anda termotivasi untuk menuliskannya. Sehingga orang lain tertarik untuk membacanya. Menulis ibarat sebuah pisau, bila sering diasah, maka akan semakin tajam.
Menulis itu sulit buat orang yang malas. Malas untuk menuangkan ide yang ada dalam pikirannya. Malas untuk mengolah kata menjadi bermakna. Malas untuk berbagi dan memberi kepada orang lain. Hidupnya hanya untuk dirinya sendiri. Kemalasan telah mengikat dirinya dengan tali yang sangat kuat.
Orang malas tak pandai melawan dirinya. Dia akan kalah dengan dirinya sendiri. Seribu alasan akan dicari. Seribu hambatan akan dibuat. Padahal hambatan terbesar berasal dari dalam dirinya sendiri. Sering menunda adalah makanan favoritnya, dan merasa diri tidak mampu menulis adalah iklan kelemahannya yang selalu terpampang besar di bola matanya. Wajar saja bila akhirnya menulis itu sulit.

Menulis Dengan Hati

Menulis Dengan Hati

Sebuah tulisan mempunyai pengaruh yang sangat besar, karena ia adalah kepanjangan dari lisan kita. Imam Al-ghazali (seorang birokrat yang kemudian menjadi seorang sufi ) pernah berdialog dengan muridnya tentang enam hal. Satu diantaranya Beliau bertanya apa yang paling tajam dimiliki manusia, maka jawabannya adalah lisan. Pepatah mengatakan ” andaikan pedang melukai tubuh adakan harapan sembuh, tapi bila lidah melukai hati kemanakan obat dicari”,maaf kalau salah pribahasanya.
Oleh karenanya ketika kita akan menulis (pendapat pribadi), bukan hanya mengedepankan data ilmiyah yang katanya harus memiliki rasionalitas yang tinggi, akurat, dapat dipertanggungjawabkan, tapi harus disertai dengan bahasa hati( apakah tulisan ini bermanfaat, tidak menyakiti orang lain, ataukah justru kalau tulisan ini dipublikasikan akan membawa keburukan).
Kenapa bahasa hati, hati adalah tempat kejujuran, hati adalah tempat kebenaran, disitu tidak ada kebohongan (Ali bin Abi Thalib r.a pernah mengatakan kalau engkau ingin saksi yang adil, tidak berbohong, jujur maka jadikanlah hatimu sebagai saksi.
Tulisan yang ditulis dengan hati, siapapun yang menulis akan ada kejujuran didalamnya, lihat siapa penulis “seratus tokoh yang berpengaruh didunia”, Michael Hart, dia bukan seorang muslim tapi menempatkan Muhammad SAW sebagai orang nomor satu yang berpengaruh didunia, kenapa ini bisa terjadi, karena ia menulis dengan hati.
Perlu kita pahami sekali lagi tulisan kita adalah kepanjangan lisan kita, dan lisan kita adalah kepanjangan dari hati kita. Tulisan yang dilandasi oleh hati walaupun mengkritik, maka kritiknya bukan menjatuhkan tapi justru membangun. Karena didalamnya bukan hanya kritik saja yang disampaikannya, tapi juga solusi.
Jangan pernah kita berprinsip bisa mengkritik tapi tidak mau dikritik. Menerima kritikpun harus dengan hati, kita harus yakin bahwa ketika orang lain mengkritik itu menunjukan kepada kita bahwa mereka menginginkan kita menjadi lebih baik.

Piawai Menulis Buah Ketekunan

Piawai Menulis Buah Ketekunan

Penguasaan terhadap suatu keterampilan terbukti dapat memuluskan jalan hidup seseorang. Karena itu, penting bagi setiap individu untuk membekali diri dengan keahlian tertentu. Caranya bisa melalui pendidikan formal maupun otodidak.
Sebuah keterampilan, termasuk kemampuan menulis, tentu tidak diperoleh secara simsalabim, melainkan lewat proses yang cukup panjang. Tidak ada penulis yang lahir instan. Kalaupun ada yang begitu muncul langsung ‘menyentak’ jagad kepenulisan, sebenarnya tidaklah demikian. Jauh sebelumnya si bersangkutan telah menempa dirinya, hanya saja mungkin luput dari sorotan. Boleh jadi selama ini dia getol menulis, tapi tidak terpublikasikan.
Begitu pula para penulis yang sekarang kita kenal sangat produktif, mereka tidak serta‑merta piawai menulis. Dulunya juga mengalami banyak kendala, sering macet dan tersendat‑sendat saat hendak menuangkan gagasan. Namun, berkat tekun belajar, terus berlatih dan berlatih, seiring perjalanan waktu kemampuan menulis mereka pun semakin lancar.
Suatu hari, karena penasaran dengan produktivitas La Rose yang luar biasa dalam menulis dia ditanya, “Berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk menyelesaikan satu tulisan?” Tanpa diduga dia menjawab: “15 tahun!”
Keruan saja si penanya kaget dan bingung. Sejenak kemudian La Rose pun menjelaskan, bahwa dia memang bisa merampungkan sebuah tulisan dengan mudah, hanya butuh sekian menit. Tapi untuk sampai pada tahap piawai menulis seperti itu, tidak dapat dipisahkan dari masa lalunya; bagaimana dulu susahnya ia berusaha menembus media massa. Entah berapa banyak tulisannya yang ditolak dan berakhir di tong sampah redaksi. “Untungnya, puluhan tahun silam saya tak mudah menyerah, sehingga sekarang bisa menulis dengan mudah,” kata pengarang perempuan itu pada wartawan yang mewawancarainya.
Pengalaman La Rose (alm) tersebut kiranya layak dijadikan pelajaran, terutama bagi yang merintis karir di bidang kepenulisan, bahwa kegagalan itu adalah hal yang lumrah. Mental seperti inilah yang harus dimiliki oleh calon penulis. Sebab, berapa banyak mereka yang sebetulnya potensial, tapi karena tak kuat menghadapi penolakan, terpaksa mengubur impiannya. Padahal jika dia mau bertahan, cepat atau lambat, pasti kelak akan berhasil menjadi penulis handal.
Di dunia ini tak ada hal yang lebih menentukan dari ketekunan, ujar Calvin Coolidge. Bakat tidak, sebab betapa banyak orang berbakat yang jauh dari kesuksesan. Jenius pun tidak, karena jenius yang gagal hampir ada di mana‑mana. Juga bukan pendidikan, karena di dunia ini penuh dengan pengangguran intelektual. Yang terpenting ialah ketekunan dan keteguhan hati.
Kerja Keras
Di sekeliling kita cukup banyak orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Ada dokter yang cukup dengan meraba badan pasien ia sudah bisa menerka penyakit yang diderita. Ada perajin tikar, yang sambil bicara tanpa melihat ke bagian tangannya bisa merajut purun dengan rapi. Ada pemain sirkus yang begitu enteng melipat-lipat tubuhnya atau berjumpalitan di udara. Mungkin kita takjub dan berdecak kagum melihat kepiawaian mereka itu.
Namun perlu diingat, bahwa semua keterampilan tersebut merupakan hasil dari kerja keras. Setiap hari mereka belajar, baik dari teori maupun praktik langsung. Bahkan, ada yang dari kecil sudah mempersiapkan diri.
Sebelum sampai pada tahap ahli, terlebih dulu mereka bekerja keras. Tekun berlatih itulah kunci kesuksesan. Tak peduli sekecil apapun potensi yang dimiliki, selama punya kemauan kuat dan istiqomah, insya Allah terbuka jalan bagi terwujudnya cita-cita.
“Seandainya orang tahu betapa kerasnya usaha saya dalam mencapai tingkat keahlian sekarang, apa yang saya hasilkan tidak akan tampak begitu menakjubkan,” ungkap seorang pelukis sekaligus pematung ternama Michelangelo.
Jadi, tak usah heran jika menyaksikan seorang penulis yang sekali duduk di depan komputer bisa menghasilkan beberapa tulisan dengan kualitas lumayan bagus. Berbagai ide seolah tak habis-habisnya mengalir dari batok kepalanya. Kapan dan di mana saja ia mampu menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan secara sistematis dan lancar. Tapi, tahukah kita bahwa kepiawai itu merupakan akomulasi dari kerja kerasnya selama ini?
Kemudian boleh jadi timbul perasaan ‘iri’ kita dalam pengertian positif ingin memiliki kepiawai serupa. Sah-sah saja. Kalau orang lain mampu, kenapa kita tidak? Tinggal sejauhmana kegigihan kita berusaha untuk merealisasikannya. Bayangkan, air yang dianggap lemah saja, karena setiap hari menetes di atas batu goa akhirnya berhasil melobangi benda keras itu.
Begitu pula dengan keterampilan menulis, sekiranya di asah setiap hari, sesuatu yang semula sulit, niscaya berangsur menjadi mudah.
Karena itu, jika kita serius pengin jadi penulis, maka luangkanlah waktu setiap hari buat menulis. Terserah mau menulis apa saja. Dari pembiasaan itulah kemampuan menulis kita akan meningkat.
Kayak apa pendapat dangsanak, akur juakah?

6 Cara Meruntuhkan si Blokade Ide


6 Cara Meruntuhkan si Blokade Ide

Kepala mumet, naskah tak kunjung selesai, deadline sudah hampir di depan mata. Jantung kebat-kebit. Ke mana idekuuuuuu?! Jungkir balik gak dapet ide. Guling-guling malah ketiduran. Ide tak kunjung mampir ke kepala. Bingung, ‘kan? Nah… itu artinya, kamu sedang mengidap Writers Block. Apa itu Writers Block? Blok tempat tinggal para penulis. Eh, bukan. Writers Block itu penyakit umum penulis, di mana si penulis sedang dalam keadaan kebuntuan ide. Alias miskin ide.
Ada penyakit, tentu ada obatnya, ‘kan?
Nah… kebanding bete, yuk, kita simak enam langkah mengobati si penyakit Writers Block ini.
  1. Coba dengarkanlah musik atau lagu. Biasanya, musik membawa inspirasi berlimpah, loh. Apalagi music atau lagu-lagu favoritmu. Musik juga akan membantu kamu membangun mood kembali. 
  2. Coba cari kata-kata bijak di internet. Kata-kata tersebut juga bisa menjadi ladang ide kamu. Selain kamu termotivasi, kamu juga bisa memasukkan kata-kata tersebut ke dalam naskahmu, tapi sesuaikan dengan genre naskah, ya.
  3. Coba baca karya orang lain. Karya-karya mereka juga akan memotivasi kamu agar menyelesaikan naskah kamu. Belum lagi kalau kamu terinspirasi dari artikel atau cerita yang dibuat orang lain.
  4.  Refreshing alias jalan-jalan. Tidak perlu jalan-jalan sampai shopping ke Singapura. Cukup jalan kaki saja di sekitar rumah, mungkin setelah melihat keceriaan anak-anak SD bermain, atau ketika mendengar gosip dari ibu-ibu tetangga, kamu bisa segera mendapatkan ide. Ingat! Ide ada di mana-mana!
  5. Nonton film-film yang kamu suka. Seperti Film Hollywood, Bollywood, Anime dan sinetron. Boleh juga agak-agak nyontek adegan dari film itu, tuh. Apalagi kalau emosi kamu benar-benar dimainkan oleh adegan di film itu.
  6. Berkhayal. Ini sarana paling gampang. Hadirkan saja duniamu sendiri di dalam imajinasimu. Coba bayangkan bagaimana rasanya kalau kamu jadi pejabat. Apa yang akan kamu lakukan? Atau, seandainya saja ada artis beken yang nembak kamu? Atau bayangkan asyiknya kamu bertualang di dunia penuh monster.
 Hm… keenam langkah ini hanyalah tips-tips ringan agar kamu terbebas dari penyakit mengerikan bernama Writes Block. Kalau sudah kena Writers Block, duh, produktifitas terganggu!
Nah, dengan menerapkan keenam langkah ini, ayo kita berantas Writes Block! Hasilkan karya-karya yang bermutu, produktif, dan akhirnya jadi penulis kreatif, deh. Selamat berkarya, Kawan!

7 Kiat Menulis Cerpen Islami


7 KIAT MENULIS CERPEN ISLAMI

     Pada dasarnya, menulis cerita itu mudah, termasuk cerita pendek (cerpen). Sehari-hari, kita tidak lepas dari komunikasi. Kita terbiasa berbicara dan bercerita kepada orang lain.
Sebetulnya, menulis cerita adalah sesederhana bercerita secara lisan kepada orang lain. Namun, cerita ini dituangkan ke dalam bentuk tulisan, bukan lisan. Artinya, kita “berbicara”, menuangkan ide lewat huruf dan kata di atas kertas.
    Ketika kita berbicara tentang cerpen Islami, bercerita bukan lagi sekadar menuangkan ide di atas kertas, namun menyampaikan pesan dakwah kepada yang membaca tulisan kita. Cerpen Islami adalah sebuah media penyampaian nilai-nilai Islami ketika dakwah tidak lagi sebatas berceramah.
Jika Anda memiliki minat untuk menulis cerpen Islami, berikut beberapa kiat yang mungkin Anda butuhkan.
  1. Sebelum menulis, tentukan tema cerpen Anda. Dalam cerpen Islami, tema yang dipilih dapat berupa nilai yang diajarkan dalam Islam, seperti ukhuwah (persaudaraan), kemanusiaan, taubat, keimanan, amanah, kedermawanan, semangat beribadah, perjuangan, dan sebagainya. Jangan bingung mencari ide. Ide bisa ditemukan di mana saja, dari pengalaman Anda, kejadian di jalan, tempat kerja, sekolah atau rumah, buku yang Anda baca, film yang Anda tonton, pengalaman orang-orang sekitar, dan sebagainya.
  2. Buatlah alurnya. Tidak perlu ditulis, cukup dibayangkan saja. Boleh juga jika ingin ditulis. Usahakan alurnya seunik mungkin agar pembaca tidak bosan. Upayakan alur cerita tidak “standar”, misalnya ada orang berdosa lalu bertemu ustadz kemudian bertobat. Alur ini sudah terlalu biasa walaupun bisa jadi menarik bergantung kepintaran Anda meramu karakter, dialog, dan klimaks. Oya, setiap alur cerita harus ada klimaksnya dan sebaiknya satu saja, jangan sampai ada dua klimaks.
  3. Jangan pusing memikirkan kalimat pertama. Tulis saja walaupun Anda pikir kalimat itu harusnya ada di tengah tulisan. Dengan langsung menuju inti tulisan, pembaca tidak akan menangkap kesan bertele-tele.
  4. Jangan pusing memikirkan tanda baca dan aturan EYD. Tentu, Anda yang sudah mahir dalam tata bahasa, ini tidak masalah. Sayang jika Anda berpotensi menulis, lalu harus berhenti hanya karena Anda lemah dalam tata bahasa. Jadi, tulis saja. Anda bisa mencari teman Anda yang lebih pandai dalam tata bahasa untuk menjadi editor atau mengedit sendiri, namun setelah tulisannya jadi. Dengan sering menulis, tata bahasa Anda akan terlatih juga.
  5. Gunakan kata ganti pertama (aku). Walaupun boleh saja menggunakan kata ganti ketiga, para penulis terkenal banyak yang menggunakan kata ganti pertama. Dengan menggunakan kata ganti “aku”, pembaca akan lebih terhanyut dalam cerpen Anda.
  6. Karena cerpen ini Islami, pastikan kontennya sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu, Anda dapat berkonsultasi dengan ustadz atau teman Anda yang lebih mengerti agama.
  7. Terakhir, think simply. Berpikirlah sederhana. Tulislah apa yang memang tersirat dalam pikiran Anda. Jangan terlalu rumit. Mungkin Anda pernah membaca cerita-cerita rumit yang membuat Anda mengagumi penulisnya. Namun, serumit apapun cerita itu, sang penulis pastilah memulainya dari lintasan ide yang sederhana.

Cara Membuat Judul Yang Baik


Cara Membuat Judul Yang Baik

Beberapa orang berpendapat bahwa membuat judul untuk sebuah karangan fiksi itu sulitnya bukan main, tetapi ada juga beberapa orang yang berpikir sebaliknya. Judul suatu karangan, sederhananya memiliki fungsi untuk merepresentasikan garis besar cerita, apa yang membedakannya dengan karangan yang lain. Judul karangan adalah taruhan bagi seorang pengarang. Judul karangannya yang menarik dan eye-catching namun tetap tidak norak, akan membuat pembaca tertarik untuk membaca keseluruhan cerita. Namun demikian, judul tidak melulu tentang bagaimana cara membuat pembaca tertarik untuk membaca cerita Anda. Judul harus benar-benar dapat memberi batasan kondisi “here and now” cerita Anda pada pembaca. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa judul juga berfungsi untuk menyetel “mental set” pembaca agar lebih siap dalam menikmati karangan Anda. Beberapa judul telah secara tidak langsung memberi tahu pembaca seperti apa karangan yang akan mereka baca, contohnya: “Misteri Pembunuhan Si Pendekar Kampus”, “Bangkit dari Kubur, “Cintapuccino”, dll.
Namun perlu diingat bahwa judul yang berlebihan malah akan dapat menjadi bumerang bagi Anda. Judul yang “too good too be true” bisa jadi membuat pembaca khawatir bahwa isi cerita di dalamnya tidak sedahsyat “aumannya”. Karena itu sebagai penulis, kita harus berhati-hati dalam menggarap judul. Judul yang kurang baik dapat membuat pembaca meninggalkan karangan kita sebelum sempat membaca paragraph pertama. Bagi penulis, itu adalah mimpi buruk.
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dalam membuat judul sebuah karangan.
1.   Cara termudah untuk membuat judul adalah, percaya atau tidak, dengan menampilkan setting di mana atau kapan cerita itu terjadi. Karena itu banyak dijumpai karangan berjudul, “Di Lereng Bukit…..”, “Di Pantai ….., “Kisah Sedih di Malam Minggu”, dll. Saya memandang cara itu sebagai cara yang paling “kurang kreatif” dalam membuat judul. Cara itu satu tingkat lebih tinggi dari kondisi putus asa dan khawatir jika tidak dapat membuat judul yang baik. Saya hanya akan melakukan cara itu jika benar-benar sudah mengalami kebuntuan, dan agaknya semua cara yang saya lakukan untuk membuat judul yang lebih baik, gagal. Cara itu bisa berhasil baik untuk pembaca yang kebetulan punya ikatan dengan tempat atau waktu seperti yang ditampilkan di cerita itu. Namun tetap dilihat dari sisi teknik penyusunannya, saya tidak merekomendasikan cara itu. Terkadang beberapa penulis cerdik memanfaatkan tehnik ini dan dapat berhasil. Caranya adalah mengaitkan judul dengan setting yang memiliki nilai emosional tersendiri, contoh: peristiwa gempa bumi di Yogya, tsunami di Aceh, penaklukan puncak himalaya, dll. Saran saya adalah, jika Anda memang ditempatkan pada kondisi yang mengharuskan Anda menggunakan metode ini, pilihlah secara cermat setting yang ingin Anda tampilkan sebagai judul. Jangan sampai pembaca merasa bahwa setting di judul ini hanya sekedar tempelan, dan tak punya nilai urgensitas.
2.  Cara terburuk lainnya untuk membuat judul adalah dengan menggambarkan dengan jelas sekali cerita Anda kepada pembaca, sehingga tanpa membaca cerita Anda pun, pembaca sudah bisa menebak akan ke mana cerita ini berakhir. Judul-judul senada : ”Tragedi....”, “Karma”, “Suatu Hari yang Sedih di….”, ”Kemalangan....”, sebaiknya tidak perlu sering-sering dipakai. Namun demikian saya tidak memungkiri ada beberapa penulis yang punya nyali untuk membuat judul ”Pembunuhan......” dan karangannya itu meledak di pasaran. Pada paragraf pertama, pembaca sudah disodori akhir cerita itu, yaitu meninggalnya ”Mr.....”. Namun demikian uniknya cerita itu mampu menggiring pembaca untuk sedikit demi sedikit membuka rahasia di balik kematian si tokoh di cerita itu. Cara itu adalah metode yang jenius, namun demikian tidak semua orang bisa melakukannya. Jika Anda tidak cukup percaya diri untuk melakukannya, cobalah cara yang biasa saja.
3.  Banyak penulis yang berkonsentrasi pada rima judul yang mereka buat. Itu adalah suatu pertimbangan yang bagus, karena perpaduan bunyi yang bagus biasanya dapat menggelitik pembaca. Pembaca akan berpikir bahwa penulis yang menciptakannya pastilah seorang yang kreatif. Ini sudah cukup dijadikan jaminan bahwa cerita yang dihasilkannya pun tentu bagus.
4.  Kita harus menyadari bahwa kadang kalimat yang pendek lebih efektif dan memiliki kesan lebih kuat daripada kalimat panjang yang bertele-tele. Coba saja, adakah kata makian yang terdiri dari kalimat yang panjang? Biasanya mereka malah terdiri dari dua suku kata saja.Namun demikian, jika Anda terpaksa harus membuat judul yang panjang, yakinkan bahwa Anda telah mencoba membacanya dengan keras dan juga menunjukkannya pada teman Anda,bahwa judul Anda tidak akan dipersepsikan lain. Panjangnya judul ini bisa disiasati dengan mensinkronkan bunyinya. Contohnya adalah salah satu karangan yang berjudul : ”Kutunggu
Datangmu Hanya Untukku”
5.  Salah satu cara kreatif dalam membuat judul adalah memunculkan suatu kontradiksi. Ini dilakukan dengan cara memuat dua atau lebih unsur yang bertolak belakang, misalnya ”You Love Me, You Love Me Not”. Dengan cara ini pembaca biasanya akan menjadi penasaran dan selanjutnya membaca karangan Anda untuk menemukan hubungan tersebut.